Kamis, 25 Oktober 2012

Mengatasi Blog yang Redirect ke Situs Lain

".. blog anda telah di redirect ke situs lain..". betul-betul bikin jengkel rasanya mau jotos nih orang yang kerjaanya hack mulu....

masalah seperti ini bisa di sebabkan karena:
1. Blog sudah lama anda tinggalkan, ( atau blog anda hidup enggan..matipun enggan :p ). Betuuuul? (cukup di jawab dalam hati aja :).  Sehingga blog anda terindeks sebagai blog usang tak terpakai, lalu situs lain membajak alamat blog anda dengan aplikasi robot-nya untuk mengalihkan alamat  ke situs tersebut.
Solusi:
Anda buka kembali account blog anda dan masukan beberapa artikel baru (min 3 artikel), maka dalam waktu beberapa jam blog anda akan kembali normal.

2. Ada widget yang membuat redirect ke situs lain
sekarang coba anda ingat-ingat, apakah ada widget yg baru anda pasang?? mungkin sebelum widget itu di instal blog anda normal normal aja, tapi setelah di instal....jreennggg blog anda langsugn amsuk ke situs lain.
Solusi:
Setelah anda masuk ke account admin blog anda, ikuti langkah berikut:
*Penting : Sebelumnya jangan lupa untuk memback up template sobat terlebih dahulu. 


  • Klik Design >> Page Elements



  • Hapus  widget yang baru anda pasang di blog


  • Jika salah satu widget tersebut sudah di hapus, coba lah View Blognya


  • Jika masih redirect juga, hapus widget yang lainnya dan View Blog kembali (Ulangi langkah-langkah tersebut sampai anda menemukan widget mana yang menyebabkan blognya redirect ke situs lain)


  • Jika sudah ketemu widget yang menyebabkan blog sobat redirect ke situs lain, maka ingatlah letak dan nama widget tersebut


  • Langkah selanjutnya adalah upload template backup tadi.. disinilah gunanya kita mem'backup' template tadi agar widget yang tidak bermasalah yang sobat hapus tadi tidak terhapus semuanya.. yang dihapus hanya yang menyebabkan redirect ke situs lain. Langkahnya seperti di bawah ini. 


  • -Klik Edit HTML >> Klik Browse
    -Cari template sobat dan klik open
    -Selanjutnya klik upload dan tunggu.. :D
    -Setelah itu kita kembali ke Page Elements
    -Cari widget yang anda ingat tadi yang menyebabkan redirect kesitus lain dan hapus widgetnya.
    -Langkah terakhir adalah Lihat Blog anda apakah masih redirect atau tidak.

    Minggu, 10 Juni 2012

    Bangsa yang aneh

                Gambar ebook Catatan Bangsa Yang Aneh


              Ah, orang Indonesia memang pemalas. Coba lihat di jam kerja seperti ini banyak pegawai yang hanya duduk-duduk saja mengobrol dengan teman sebelahnya. Herannya lagi, hal seperti ini berlangsung setiap saat dari pagi hingga pagi lagi. Kita yang dalam bekerja pun tidak maksimal. Kerja hanya setengah-setengah yang penting selesai. Etos kerja yang sangat rendah. Datang terlambat, istirahat molor, pulang duluan. Di kantor pun tak tahu apa yang dikerjakan. Bekerja dengan sangat cepat bagai kura-kura. Bekerja segan, nganggur pun tak mau. Meremehkan pekerjaan kita, dan meremehkan masalah yang ada. Terlambat menjadi nama julukan yang telah meresap ke sendi-sendi. Kerja bagi kita hanya berbatas pada uang bukan ambisi atau citacita.Tak ada kah semangat dari dalam diri kita untuk bekerja sepenuh hati mengorbankan, jiwa, raga, harta, dan waktu demi pekerjan kita?

            Pelajar dan mahasiswa pun sama saja. Kita di kelas yang sibuk bermain hape dan tidak memperhatikan apa yang dijelaskan. Kita yang belajar hanya semalam sebelum ujian dan karena ujian,bukan karena mereka ingin tahu. Kita yang mencari angka-angka dalam selembar kertas dan bukan pengetahuan. Kita yang rela membolos untuk urusan kita di luar sementara tidak rela masuk untuk menuntut ilmu.

         Begitu pula kita yang mengerjakan tugas sehari sebelum dikumpulkan. Tidak ada keinginan dan ketertarikan sama sekali dalam diri mereka. Tugas adalah beban. Itu saja. Dan hasil dari pendidikan semacam ini ya pegawai semacam itu.Hukum pun dianggap sebagai sebuah formalitas dan bukan kesepakatan bersama demi kebaikan bersama. Kita memakai helm karena takut kena tilang. Menerobos lampu merah pun tak apa asal jalanan sepi. Polisi pun menilang berdasar tanggal di kalender. Tata tertib dianggap sebagai banyolan. Hukum ada untuk dilanggar menjadi slogan dimana-mana bahkan di kalangan aparat hukum. Bahkan kalangan terpelajar pun menjadi golongan anti-sistem. Andai orang Indonesia itu memiliki totalitas dalam bekerja dan belajar, tentu negara ini tidak akan jauh berbeda dari negara negara Barat dan Amerika. Ah coba kita seperti mereka. Benarkah kita ingin seperti mereka? Coba kita lihat. Mereka bekerja keras, dari pagi hingga malam penuh totalitas. Lalu siapa yang mengurus anak-anak mereka jika pagi hingga malam mereka bekerja? Lalu untuk apa suami istri  tinggal serumah jika tidak pernah bertemu? Lalu untuk apa keluarga? Mereka membangun rumah-rumah indah untuk pembantu mereka.....

    baca lebih lanjut di Ebook ini..."Catatan .Bangsa yang aneh"

    Tulisan diatas merupakan bagian kecil dari isi buku ini yang akan saya kirim ke email anda secara gratis di blog ini dengan memposting email di Facebook saya/ Group kami atau di blog ini...




    Download disini

    Nb:

    Tunggu 5 detik

    klik>>.>>SKIP AD

    Bob arum Mencak-mencak Pacquiao Kalah

    Promotor Bob Arum murka. Dia mencak-mencak ketika menyaksikan Manny Pacquiao dikalahkan Timothy 'Desert Storm' Bradley dalam perebutan gelar kelas welter versi Organisasi Tinju Dunia (WBO) di Las Vegas, Amerika Serikat, Ahad (10/6).

    Pacquiao kalah angka tipis (split decision) saat dua hakim memberi kemenangan untuk Bradley dengan 115-113 (CJ Ross dan Duane Ford). Sedangkan Jerry Roth memberi angka 115-113 untuk kemenangan Pacquiao.



    Pacquiao memang mendominasi pertarungan. Tapi hakim melihat lain. Dominasi petinju asal Filipina itu tak cukup memberi alasan mereka buat memberi kemengan angka buat Pacquiao.

    Berdasarkan statistis, Pacman--julukan Pacquiao--melepaskan 253 pukulan ke arah lawan atau 73,1 persen dibandingkan Bradley yang hanya melepaskan 159 pukulan atau 61,4 persen. Tercatat 10 dari 12 ronde pertandingan dikuasai petinju yang juga senator asal Filipina itu.

    "Bisakah Anda mempercayai (kemenangan) itu? Sangat tidak bisa dipercaya," teriak promotor Bob Arum.

    Promotor dari Top Rank ini jelas kebakaran jenggot karena dengan kekalahan itu, peluang mempertemukan Pacquiao dengan Floyd Mayweather Junior bisa berantakan. Sebab itu dia langsung memasang target ingin ada tarung ulang antara kedua petinju.

    Bagi Bradley, kemenangan atas Pacquiao adalah yang terbesar sepanjang kariernya dan bernilai US$5 juta. Kalau terjadi tarung ulang, dipastikan bayarannya akan meningkat.

    "Saya pikir saya memenangi pertarungan. Saya tak sependapat kalau orang bilang Manny yang menang, karena saya merasakan pukulan dia tidak bertenaga," papar Bradley yang kini menorehkan rekor 29-0 (12 KO). Sebelumnya ia menjadi underdog dengan perbandingan 1:5 saat menghadapi Pacquiao.

    Sedangkan buat Pacquiao, ini adalah kekalahan pertama setelah 2005 ketika ia disikat Erik Morales. Namun namanya masih tercatat sebagai petinju yang pernah menjuarai delapan kelas berbeda. Kini rekornya menjadi 54-4-2 (38 KO).

    "Saya menerima hasil ini dan menghormati keputusan juri. Saya tidak menyalahkan mereka karena ini merupakan bagian dari pertandingan. Saya berterima kasih kepada Tuhan karena sudah melakukan yang terbaik. Namun apa yang terbaik ini ternyata belumlah mencukupi," ujar Pacquiao seusai laga.

    Kendati demikian Pacquiao tidak menampik kemungkinan kalau dirinyalah yang memenangi pertarungan.

    "Dia petinju yang hebat dan mampu membuat saya kerepotan. Tapi keputusan sudah dibuat dan inilah tinju. Sekarang saya ingin pulang dan kemudian mereview kembali," tambah Pacquiao.(AP/Reuters/MI/ICH)




    Kata kunci :

    Ketika Dehumanisasi "berperan" di Negri ini

            Dehumanisasi dapat ditafsirkan sebagai akibat kemerosotan tata-nilai. hilanganya kepekaan kepada nilai-nilai luhur, seperti kebenaran, kebaikan, keindahan(estetik) dan kesucian. Mereka hanya peka dan menghargai nilai-nilai dasar, seperti materi (pemilikan kekayaan), hedonisme (kenikmatan jasmani) dan gengsi (prestise). Tiga nilai inilah, yaitu materialisme-hedonisme-prestise, yang menjadi dasar dari tata-nilai bagian besar dari masyarakat kita dewasa ini.




    Dan karena tidak disantun oleh nilai-nilai yang lebih tinggi, khususnya nilai kebaikan (etik, moral) dan kesucian (agama), di dalam mendapatkan nilai-nilai dasar itu mereka menghalalkan segala cara. Korupsi, kolusi dan nepotisme serta (bahkan) kekerasan adalah cara yang sah; maksiat, kecabulan dan pemadatan adalah perilaku yang wajar; gengsi, sebagai kebalikan dari harga-diri (sense of honour), menampakkan dirinya dalam sifat tak bermalu dan bahkan cenderung membanggakan hasil kejahatan. Semua itu adalah gaya hidup yang sesuai bagi masyarakat dengan tata-nilai rendah sebagai akibat proses dehumanisasi itu.
    Modernisme bisa menjadi perlawanan terhadap dehumanisasi dalam masyarakat modern. Masyarakat modern, yang kelihatannya tertib dan makmur, sebenarnya hanyalah selubung yang menyembunyikan proses dehumanisasi akibat dominasi rasionalitas-teknis. Selubung itulah yang hendak disingkap oleh pemberontakan dan “efek pengasingan” seni modern.
     


    Dehumanisasi terjadi manakala kita mulai menganggap musuh kita sebagai sesuatu di bawah manusia (kurang dari tingkat manusia). Kita menganggapnya sebagai ’demon’ atau hewan sehingga kita bisa berempati dengan deritanya ketika kita menyerang dan membunuhnya. Hal ini berhubungan dengan pseudospeciation, dengan cara itu kita menganggap musuh kita sebagai species yang lain.

    Poin penting yang perlu dicatat di sini adalah bahwa proses dehumanisasi orang lain ini juga mempunyai cara dehumanisasi individu itu sendiri…Saat kita menolak martabat dan rasa hormat terhadap orang lain, kita juga mulai kehilangan kemanusiaan dan rasa hormat diri sendiri 

          Akibatnya, semakin kita dehumanisasi musuh kita, kita pun menjadi semakin kurang manusiawi (less human). Siklus ini mengabadikan kemampuan dan keinginan kita untuk membunuh musuh kita; bahkan memudahkan kita untuk melakukannya. Rafael Moses mengkaji konsep ini dan mengemukakan bahwa karena proses demonisasi dan dehumanisasi, kita bisa membunuh tanpa merasa salah karena dua alas an: pertama, kita berurusan dengan sesuatu yang kurang manusiawi (less than human); dan kedua, subhuman ini mengancam kelangsungan hidup kita sendiri, karenanya agresi kita dibenarkan demi mempertahankan diri. Mendehumanisasikan musuh. Masyarakat lebih luas mungkin tidak merestui tindakan-tindakan ini, tetapi secara tersirat mereka mengijinkan tindakan itu dilakukan atas nama mereka.

            Dehumanisasi memang merupakan fakta sejarah tetapi tidak berarti manusia harus menerima hal tersebut sebagai fakta sejarah yang terberi. Secara aktual-empiri, di panggung publik deretan maksiat yang terkait dengan narkoba, judi dan prostitusi masih kokoh menjadi penyakit masyarakat. Bersumber dari krisis multidimensi dan krisis moral, deretan maksiat tersebut diperpanjang lagi oleh maraknya korupsi, kebohongan, kekerasan yang kemudian bersambung lagi dengan kejahatan, premanisme dan perdagangan manusia. Potret buram ini, benar-benar menunjukkan adanya segmen masyarakat yang khaostik, alienasi dan sedang dalam dehumanisasi. 

             Secara semantik, dehumanisasi terjadi tatkala nilai-nilai luhur yang ada dalam teks ideologi, budaya dan agama tidak lagi berfungsi efektif sebagai pegangan hidup manusia sehari-hari, sehingga kebudayaan kehilangan dukungan kolektif dan manusia cenderung hidup tanpa basis keluhuran kebudayaan. Dalam habitat seperti itu, manusia cenderung berperilaku sebagai serigala satu terhadap yang lain. Moral dan etika kehidupan sangat rapuh, jati diri terombang-ambing dan keharkatan berkembang makin nihil. Kehidupan mengalami kevakuman kultural. Fisik, rasio, rasa dan hati nurani tidak dalam kondisi seimbang.
    Suatu kenyataan bahwa di dunia ini sebagian besar manusia menderita sedemikian rupa, sementara sebagian kecil lainnya menikmati jerih payah orang lain dengan cara-cara yang tidak adil. Persoalan inilah yang disebut oleh Paulo Freire sebagai “situasi penindasan” yang apapun nama dan alasannya adalah tidak manusiawi; dengan kata lain, dehumanisasi. Dehumanisasi, dalam pemahaman Freire, adalah bersifat ganda, dimana ia terjadi atas diri mayoritas kaum tertindas dan juga atas diri minoritas kaum penindas.Kedua-duanya menyalahi kodrat manusia sejati (the man’s ontological vocation). Mayoritas kaum tertindas menjadi tidak manusiawi karena hak-hak asasi mereka dinistakan.
    Bahkan, mereka sendiri pun dibuat tak berdaya dan dibenamkan ke dalam apa yang disebut Freire sebagai “kebudayaan bisu” (submerged in the culture of silence). Sedangkan miroritas kaum penindas, menjadi tidak manusiawi, karena telah mendustai hakikat keberadaan dan hati nurani dengan memaksakan “penindasan” terhadap sesama. Teknologi menjelma menjadi faktor dominan dalam kultur manusia masa kini, secara hegemonik menguasai kesadaran manusia modern. Berbagai unsur lain, kebudayaan manusia menjadi seolah-olah berada pada posisi subordinat, tergantung atau malah. ”Akibatnya, teknologi seringkali diposisikan secara dikotomis terhadap unsur kebudayaan lain. Pada satu sisi lain, ia juga sering dituduh sebagai penyebab terjadinya dehumanisasi, pemudaran sistem nilai, kerusakan lingkungan alam, kriminalitas, pembongkaran struktur sosial dan lainnya.”

    Proses dehumanisasi sebagaimana dikatakan oleh sosiolog Max Weber (1864-1920), secara lambat namun pasti, menggerogoti masyarakat kita. Industrialisasi yang memegang teguh prinsip-prinsip rasionalisasi telah melahirkan disenchantment of the world. Proses lunturnya daya tarik dunia karena semua yang ada dalam kehidupan bumi dapat dihitung secara rasional. Akibatnya, terjadilah penurunan kualitas kehidupan manusia (dehumanisasi), karena segala hal yang tadinya bersifat subjektif dapat diubah menjadi objektif, kualitatif menjadi kuantitatif.

    Dengan demikian, tidak ada alternatif lain kecuali ikhtiar memanusiakan kembali manusia (humanisasi) sebagai pilihan mutlak. Sebab, kendatipun dehumanisasi merupakan kenyataan yang terjadi sepanjang sejarah peradaban manusia, dan tetap sebagai suatu kemungkinan ontologis di masa mendatang, ia bukanlah suatu keharusan sejarah (determinisme). Manusia sebagai pribadi (subjek otonom), berarti memiliki kepribadian yang mengatasi atau mentransendir dunia luar, alam sekitar. Hal ini merupakan salah satu letak perbedaan dengan hewan. Seekor hewan tidak dapat berbuat lain daripada apa yang telah ditentukan oleh nalurinya. Namun, seorang manusia yang merupakan subjek mandiri, bermartabat pribadi dapat mengatasi alam sekitar dan tidak dideterminasikan oleh nalurinya.

    Manusia sebagai pribadi tidak mungkin dijadikan objek. Dia otonom dan bersifat khas sehingga tidak dapat diulangi dan tidak pernah ada duanya di dunia ini. Sebagaimana dikemukakan oleh Boethius dalam abad pertengahan, pribadi didefinisikan sebagai substansi, individual yang bersifat rasional, yang mampu menyadari bahwa dunia luarnya merupakan objek, yang dijadikan alat untuk memperkembangkan diri sehingga makin sempurna. Manusia mempunyai martabat sedangkan barang material tidak. Dengan memanfaatkan barang material demi perkembangan dan kesempurnaan diri, manusia telah meninggikan derajat barang lain. Ilmu pengetahuan, teknik, ekonomi, organisasi, kebudayaan merupakan puncak keluhuran yang diberikan roh kepada materi. Keluhuran itu diberkan karena manusia dalam mencari kesempurnaannya sendiri membutuhkan materia sebagai saran untuk memperkembangkan diri manusia sebagai proses perkembangan tersebut. Oleh karena itu yang menjadi ciri khas adanya manusia adalah ’eksistens’ sebagaimana dikemukakan oleh Heidegger, artinya keluar dari diri sendiri, terbuka terhadap dunia luar. Keterbukaan ini tidak hanya paham, mengenal dan mengetahui dunia, melainkan lebih-lebih justru dalam mengolahnya secara aktif dan kreatif sehingga di satu pihak manusia makin berkembang dan makin sempurna, di pihak lain barang materia ditingkatkan derajatnya. Sebab barang duniawi itu berhubungan dengan roh manuisa.

    Kesanggupan manusia untuk menyempurnakan diri dan meningkatkan derajat material tersebut disebabkan karena manusia itu berjiwa-badan sekaligus berakal budi. Dengan kodratnya itu, manusia merupakan suatu kebulatan yang disebut individu yang sanggup mempribadi. Manusia yang mampu mempertanggungjawabkan segala tindakannya, segala kebebasannya, dan bahkan keterbatasannya sendiri. Setiap individu berbeda dengan individu yang lain. Masing-masing memiliki jati diri (identitas) yang unik. Setiap individu sebagai makhluk hidup yang aktif secar terus menerus melakukan aktualisasi, baik untuk menemukan maupun mengembangkan identitas dirinya sendiri. Setiap manusia dalam usaha merealisasikan dan mengaktualisasikan diri memiliki hak asasi yang harus dihormati dan dilindungi.


    Lukmanul Hakim
    Sosiolog Univ.Sawerigading